Gundala

Mantap bleh!!!!!!

Sebenarnya saya punya ekspektasi yang tinggi. Tapi ketika film selesai, ekspektasi itu kepenuhan. Melimpah ruah. Lalu mendidih dan membuat saya bersemangat. Saya kira selepas bubaran MCU phase 3 dan cuman sekelumit film DC yang akan hadir akan membuat kunjungan ke bioskop akan menjadi jarang. Nyatanya tidak. Setelah apa yang saya lihat dari Gundala dan Bumilangit Cinematic Universe, darah fim hero saya tetap menggelegak dengan karya negeri sendiri.

(AWAS BOCORAN!)

Cerita Gundala kuat sekali di pondasinya. Latar belakang Sancaka dan Pengkor sama-sama dieksekusi dengan luar biasa baik. Terasa sekali masa lalu mereka berdua sangat kelam dan tindakan mereka menjadi sangat beralasan nantinya. Sancaka yang kehilangan ayah karena ikut campur urusan yang tidak perlu dan pertemuannya dengan Awang membentuk dirinya yang I don't give any shit to the others. Di sudut biru, Pengkor menjadi The Mastermind karena memang dari awal dia adalah otak dari pemberontakan anak yatim.

Setelahnya barulah menurut saya tidak terlalu lagi. Tetap pada level oke tapi tidak seperti paruh pertama. Pengkor tetap dengan karakter paling kuat dan tidak berubah. Sedangkan Sancaka agak gimana gitu dan mengalami perubahan karakter. Perubahan karakter Sancaka disini justru menjadi gigi satu untuk menjadi Gundala.

Karakter yang muncul juga asyik-asyik. Wulan mantap! Pak Agung mantap. Pak Ridwan mantap. Anak-anak bapak juga mantap. SRI ASIH, MANTAPPPP!!! Yang agak sayang sebenarnya adalah Dirga si anggota DPR. Saya kira kalau dimatikan di tengah-tengah, efeknya akan lebih nendang lagi. karena ada 'pemberontak' yang mati dan tekanan untuk membereskan persoalan beras itu lebih terasa lagi.

Ghazul adalah true mastermind. Semacam Lex Luthor versi BvS yang jauh lebih baik dan tidak turun dalam pertarungan untuk mempersiapkan 'monsternya'. Menjadi benalu untuk Pengkor demi misi sendiri untuk membangkitkan Presiden Jancukers, eh Ki Wilawuk. Sayang sekali, beliau bukan Thanosnya BCU setelah dikonfirmasi interview Gundala di Toronto.

Untuk efek-efek, memang kentara masih yah begitulah. Dan kebetulan saya datang tanpa ekspektasi yang macam-macam soal itu. Tapi untuk petir-petiran masih bagus. Dari interview di Toronto juga, Joko Anwar ternyata memang membuat banyak hal-hal organik di film ini. Selain menghemat budget, saya kira bisa juga menjadi game-changer sekali lagi setelah apa yang dilakukan Nolan di TDR.

Satu yang perlu jadi highlight tebal adalah bagaimana tim kreatif membuat semua isu yang ada di film ini sangat related dengan masyarakat. Dan ini bisa menjadi alternatif yang sangat bagus bagi yang sudah bosan dengan superhero dengan ancaman global. Gundala menjadi superhero dengan masalah yang well grounded dan relatable dengan keseharian hidup masyarakat Indonesia. Sebelum memberantas musuh-musuh yang lebih masih, harus diberantas musuh-musuh mendasar seperti percaya hoax . :)

Menurut saya secara keseluruhan, Gundala memenuhi standar film superhero yang dibuat duopoli Marvel-DC. Dan bisa saya bilang sedikit lebih baik dari film-film papan bawah mereka. Lebih kuat dari Thor pertama, Captain America Pertama, Suicide Squad (tentu saja..) dan Shazam (sebenarnya pengen bilang Justice League, tapi budgetnya banyak coy...).

Dan jujur saja, ini pertama kalinya saya menonton film Indonesia setelah (oh my god) Warkop DKI Jangkrik Boss Part 2. Yang pada saat itu, kalau saya bisa nuntut balikin tiket, saya tuntut deh. Dan sedangkan Gundala, dengan segala kesempurnaannya yang tidak sempurna, saya ingin sekali menonton lebih dari satu kali. Tapi apa daya, saya penumpang gerbong terakhir dan kesempatan untuk menonton sekali lagi menjadi tipis ketika sudah mau turun layar. Tapi kalau minggu depan masih tayang, pasti nonton. Saya mau dislepet selendang cinta Sri Asih lagi, hehehe...

Akhir kata, terima kasih sebesar-besarnya untuk kru film Gundala. Terima kasih om Joko Anwar. Terima kasih Mas Abimana. Terima kasih Mbak Tara Basro. Terima kasih Om Bront Palarae (maafkan atas asap kami juga!). Terima kasih untuk semua kru! Semoga sehat-sehat dan selalu murah rejeki di kancah perfilman Indonesia. Semoga film selanjutnya dari instalasi BCU akan seepik Gundala, sang putra petir.

You all did what it called as a milestone in Indonesia film history and it couldn't measure by how many people watched it or how good people rated it.

Dan terima kasih terakhir untuk Mbah Hasmi. Terima kasih atas karyanya yang akan dirawat dan diberdayakan menjadi sesuatu yang luar biasa untuk generasi selanjutnya!

Tumben pake' rok. - Sancaka











PS: Lupa terima kasih kepada Mbak Pevita Pearce. Terima kasih telah memberi cameo ala-ala. Sangat menantikan slepetan selendang cintanya lagi. Kalau kata plesbol waktu masih lajang: harta, tahta, Pevita~




Sumber foto dari Twitter om Joko Anwar. Kecuali yang paling pertama, dari theverge.com.

Comments

Popular Posts