Tentang Mati Listrik

Baiklah. Akan saya buka tulisan ini dengan menceritakan kalau saya pernah mengalami mati listrik sampai belasan jam. Jadi jangan sangka saya tidak pernah merasakan hal yang sama parahnya dengan hari ini. Tinggal di Pulau Sumatera selama kurang lebih 22 tahun, saya sudah mahfum sekali dengan yang namanya mati listrik.

Yang membuat saya luar biasa terkejut ada dua hal. Yang pertama, saya mengalami hal ini di ibukota. Yang kedua, sinyal juga ikut-ikutan blackout.

Saya tidak pernah menyangka kalau sekitaran ibukota dan Pulau Jawa itu bisa mati listrik dengan durasi sekian jam. Mengapa saya naif sekali? Karena daerah yang terkena pemadaman adalah pulau dan daerah pusat dari segala pusat. Pusat pemerintahan, pusat perekonomian, pusat hiburan dan lain-lain.

Seharusnya daerah yang menjadi inti dari sebuah negara tidak boleh kekurangan pasokan listrik sampai menyebabkan lumpuhnya mobilitas. KRL mati, MRT mati, lampu lalu lintas mati yang menyebabkan kemacetan parah.

Lalu sinyal operator ponsel juga hilang karena itu. Ini yang membuat saya makin jengkel. Ponsel sudah menjadi separuh dari hidup manusia. Dan karena pemadaman ini semakin membuat mobilitas lumpuh. Ada yang tidak bisa kemana-mana karena tidak bisa memesan ojol. Ada juga yang tidak bisa memesan makan siang. Ada yang tidak bisa menghubungi anaknya sedang ada dimana. Ada yang pekerjaannya terhambat karena tidak bisa menghubungi kliennya. 

Dan yang paling esensial tentang hari Minggu, hari dimana harusnya orang bisa leyeh-leyeh dan senang-senang dengan level seminimum mungkin seperti bisa browsing konten receh di ponsel sebelum menghadapi hari Senin, terganti dengan kedongkolan yang bahkan tidak bisa dia postingkan di akun sosial medianya.

Dari hal sederhana saja sudah bisa dilihat bagaimana kacaunya karena listrik yang padam.

Saya tidak tahu menahu soal kelistrikan. Tapi saya tahu kalau paling tidak fasilitas umum harus tetap hidup terus listriknya, sekalipun ada perbaikan atau gangguan. Setidaknya untuk beberapa jam kedepan harus ada pasokan cadangan entah dari generator yang memang sudah dipersiapkan dari kapan tahu atau yang lain. 

Harusnya PLN memang punya daya cadangan seminimal mungkin untuk fasilitas umum dan untuk kantor-kantor pemerintahan yang strategis kalau-kalau ada peristiwa yang menyebabkan listrik harus pada dalam waktu yang lama. Entah itu karena perbaikan, gangguan, ataupun hal yang terburuk, bencana. Kalau ternyata mereka tidak punya daya cadangan atau sama sekali tidak terpikirkan hal diatas tadi, yah... susahlah.

Ingin sekali menghujat PLN. Jujur saja, di Medan dulu mati listrik tidak kenal waktu dan situasi. Terutama bulan puasa. Listrik bisa mati bahkan ketika suapan pertama ketika santap sahur atau baru menggigit gorengan ketika berbuka puasa. Karena emosi yang sudah diubun-ubun, saat itu memang saya menghujat. Entah via sosial media atau misuh-misuh bin sambat sepanjang listrik belum menyala. Tapi kali ini yasudahlah. Mau apa lagi. Kalau di daerah yang memang pasokan listriknya kembang kempis masih tetap ada kemungkinan mati. Lalu di ibukota pasokan listriknya yang dijamin oke mastih tetap mati, berarti memang ada masalah.

Ya, menurut saya memalukan memang jika listrik di ibukota dan Pulau Jawa yang selalu digenjot pembangungannya bisa lumpuh sedemikian rupa.

Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran buat para petinggi PLN tentang pentingnya daya cadangan dan manajemen terhadap daya listrik yang berada di wilayah yang terkena pemadaman. Dan segera dilakukan tindak lanjut demi kemaslahatan bersama. Semoga tidak ada yangi dicopot di atas sana. Kasihan, Dirut baru kena kasus, sudah kena musibah lagi.

Yang saya rasakan ketika nyari lilin tambahan jam 7 semalam.

Comments

Popular Posts