#YNWA! 17/18 Edition

Sebenarnya tulisan ini agak terlambat untuk dibuat. Bukan apa-apa, dikarenakan waktu itu masih ada satu pertandingan lagi selepas pertandingan terakhir liga. Pertandingan akbar dan pamungkas itu lalu berakhir antiklimaks dan membuat perasaan harus menjalani masa pemulihan seminggu lebih. Barulah pada hari ini jemari tertarik untuk menari dan menuliskan yang terjadi di musim ini.

How It Started
Then Ended Up Like This

Entah bagaimana liga berakhir dengan posisi yang sama dengan musim lalu walau kekuatan skuad yang sekarang sudah jauh lebih baik. Partai pembuka yang berakhir sama tiga sebenarnya menyiratkan dua hal. Serangan Liverpool akan lebih berbahaya lagi dan pertahanan Liverpool kemungkinan bisa lebih melawak lagi. Kedua hal itu terbukti dengan Mohamed Salah Ghaly (Egyptian King) yang berhasil menyabet sepatu emas mengalahkan orang Inggris yang-tidak-bisa-ngomong-Inggris-dengan-benar dan tukang klaim gol orang. Lalu diawal tahun membuang uang yang lebih banyak lagi ke klub langganan untuk mengangkut bek idaman Virgil Van Dijk yang juga sudah gerah dan ingin pindah semenjak enam bulan silam.

Harus diakui dengan kelemahan yang ada, perjalanan menjadi tidak mudah (lagi). Ditambah lagi monster (bukan setan) dari kota Manchester bangkit sepenuhnya lewat belanja berbagai pemain yang harganya mereka bisa tawar seenak udel. Situasi tambah sulit ketika si-nomor-sepuluh-kampret main kucing-kucingan dan merajuk di awal-awal paruh pertama. Lalu liga ditutup dengan buang-buang poin dengan dua kali seri dan sekali kalah sebelum mengunci tempat Liga Champions musim depan. Sempat membuat saya benar-benar deg-degan. Rasanya masih bisa berakhir dengan peringkat lebih baik lagi, entah peringkat tiga atau dua.

L O S S
Another L O S S
Dari kekalahan-kekalahan yang dialami, kalah melawan Leicester di Carabao Cup dan WBA di FA Cup lumayan menyakitkan. Dua piala yang menjadi keinginan pribadi saya untuk minimal dimenangi harus hilang begitu saja. Terutama FA Cup, dimana sebelumnya menang melawan rival biru, harus takluk dari pasukan sepakbola rugby bekas asuhan Tony Pulis. Menyedihkannya lagi, kemenangan atas Liverpool itu juga menjadi satu-satunya kemenangan yang mereka dapatkan sampai Alan Pardew ditendang. Sebagai seorang fans yang keingingannya hanya memenangkan sebiji piala, tentu kegagalan ini benar-benar mengusik sekali. Dan menyebalkan sekali.

A Debut For A Debut

How He Started

Egyptian KING!

:(
Perjalanan di Liga Champions lebih menguras perasaan lagi. Playoff, Kesembilan Pertandingan Grup, 16 besar, Perempatfinal, Semifinal dan Final mempunyai narasi masing-masing yang mewarnai perjalanan Liverpool di kompetisi terakbar Eropa setelah absen sekian tahun. Tidak ada yang menyangka bahwa Liverpool bisa melaju sejauh ini. Tidak ada yang menyangka, Trio FirManSah tetap ganas dan trengginas sepeti di liga. Tidak ada yang menyangka bahwa Manchester City bisa dikalahkan back-to-back. Tidak ada yang menyangka bahwa Pak Tua James mengakhiri turnamen dengan asis paling banyak. Dan juga, tidak ada yang menyangka, bahwa Liverpool akan kalah setragis itu di partai final yang kebanyakan orang menginginkan merekalah yang tersenyum sangat lebar di atas podium untuk menunggu momen mengangkat si kuping besar tinggi-tinggi.

Musim 2017/2018 menurut saya berakhir dengan kentang, alias kena tanggung. Trio terganas di seantero Eropa dan Inggris gagal mendapatkan sebijipun piala. Sulit untuk tidak kecewa tapi karena saya sudah terbiasa berlapang dada, jadi ya sudahlah. Toh Klopp sudah sadar efek samping dari gegenpressing gila-gilaannya dan mulai berburu pemain untuk tenaga tambahan mengarungi arus deras persaingan musim depan. Fabinho sudah bergabung tanpa banyak ba-bi-bu. Nabil Fekir katanya sudah selesai urusan gono-gininya dan segera diumumkan. Perburuan kiper juga sudah dikaitkan dengan beberapa nama-nama potensial. Intinya, semua mengerti akan kesalahan yang dilakukan dan segera bergerak perlahan untuk melakukan perbaikan. Itu yang paling penting bagi saya.

Jadi, terima kasih musim 2017/2018.

Musim 2018/2019, kami datang.

Diakhir kata, untuk para pendukung Liverpool, apapun namanya, dari negara apa saja, dari alam apa saja, dari kalangan mana saja, dari usia mana saja, dan benar-benar dari mana saja, mari jangan bosan-bosannya melantangkan dengan penuh semangat jargon legendaris yang katanya lelucon itu. Karena bagi kita jargon itu adalah harapan dan doa yang akan dipanjatkan sampai jargon itu bukan lelucon lagi.


NEXT YEAR WILL BE OUR YEAR!
YOU'LL NEVER WALK ALONE!

My 17/18 Best Moment.
Estonian God's Goal.




All Photos are from LFC Snapped.

Comments

Popular Posts