Menertawakan Gerrard
Ketika seseorang terjatuh didepan kita, reaksi yang muncul pertama kali adalah tawa. Tidak peduli dia siapa, terjatuhnya karena apa, bagaimana kondisinya setelahnya, kebanyakan orang pasti tertawa atau berusaha menahan tawa sebisa mungkin. Baru setelah itu melakukan tindakan selanjutnya. Bisa berupa langsung membantunya berdiri atau lebih dulu berkata 'Ha, itulah. Jalan pula' gak pake mata.' baru membantunya, atau malah hanya mengatainya tanpa membantu sama sekali.
Saya termasuk orang yang juga sering kelepasan melakukan hal tersebut. Kalau tidak berhasil menahan, maka saya akan tertawa terang-terangan kepada orang yang jatuh, terlebih lagi jatuhnya dengan posisi yang lumayan lucu. Dan tidak peduli dia siapa, entah teman sebaya, kakak kelas, guru killer, kepala sekolah, dan Steven Gerrard.
Tertawaan saya kepada orang terakhir adalah salah satu yang paling saya sesali sampai bungkusan jenazah saya ditimbun tanah kelak.
Ya, kembali ke hari itu, 27 April 2014, laga Liverpool melawan Chelsea di Anfield.
Syukurnya tinggal tiga pertandingan lagi yang harus dihadapi Liverpool pada saat itu. Jadi, kegiatan belajar saya untuk UN dan SBMPTN tidak terlalu terganggu dan lagi pula, Liverpool sudah diatas angin untuk menjuarai Premier League untuk yang pertama kalinya sepanjang klub ini berdiri. Tentu saja, tidak pernah kalah sejak tahun baru adalah penebusan dari penampilan paruh musim yang awut-awutan. Di dalam kepala, saya selalu bersenandung riang mengingat kejayaan kami tinggal sedikit lagi dan bisa mengucapkan selamat tinggal pada lelucon tahunan 'Next Year is Our Year'.
We're gonna win the league, We're gonna win the league, Now you gotta believe us, Now you gotta believe, Now you gotta believe us, We're gonna win the league...
Jujur, saya sedikit teralih dengan soal-soal dan materi yang ada. Jadi, saya hanya melihat ke layar kaca ketika komentator mendadak heboh, yang hebohnya tidak sampai JEBREEEEEETTTTTT SAYANG SEKALI, SEBUAH PELUANG INTAN BERTAHTAKAN BERLIAN PERMATA GAGAL DIEKSEKUSI OLEH SUAREZ. KITA LIHAT LAGI, SEBUAH UMPAN CUEK YANG DIBERIKAN COUTINHO SETELAH MELAKUKAN LARI ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI GAGAL DIMAKSIMALKAN OLEH SUAREZ.
Konsentrasi saya kembali lagi ketika menuju turun minum, sambil berharap Sturridge mencetak gol dari sebuah solo-run, atau Suarez dengan tendangan salto, atau Coutinho dengan placing shot, atau tendangan gledek dari sang kapten Steven Gerrard. Gol memang terjadi. Bukan untuk Liverpool, melainkan tim tamu. Demba Ba menggetarkan jala Mignolet, mengheningkan para Kopites, dan membuat Gerrard terhenyak. Karena gol tersebut merupakan kesalahannya yang gagal menerima umpan pendek Sakho.
Pada saat ini, bagi pendukung Liverpool di ujung manapun akan sangat dirundung muram yang teramat kelam, atau paling tidak merasakan kegetir. Ya, sang kapten yang harusnya memimpin timnya menuju kejayaan, dengan kakinya sendiri terpeleset ke jurang kesengsaraan dan menghasilkan derita tiada tara yang rasanya sampai sekarang belum reda. Sungguh ironi dan sesal yang teramat dalam bagi Gerrard. Namun, yang saya lalukan waktu itu ketika melihat Gerrard terpeleset adalah tertawa.
Ya, tertawa. T E R T A W A.
Saya mengira semesta sedang mencoba bercanda dan dengan gol Ba ditambah terpelesatnya Gerrard sudah bisa diberi komentar 'Kompor Gas' oleh Om Indro dari acara SUCI. Namun rapatnya pertahanan ala pelatih bebal asal Setubal, Portugal dan sebuah gol dari Willian di akhir pertandingan, Om Indro meralat komentarnya yang barusan dan menggantinya dengan 'Neraka!'.
Kecewa tetap ada, tapi saya tidak terlalu khawatir. Saya yakin seratus persen bahwa Liverpool akan menghabisi Crystal Palace sebagai penebus kekalahan konyol pekan lalu. Minggu depannya, saya pergi tidur dengan optimisme tanpa menyempatkan diri untuk melihat Sturridge mencetak gol dari sebuah solo-run, Suarez dengan tendangan salto, Coutinho dengan placing shot, dan tendangan gledek dari setengah lapangan oleh Steven Gerrard.
Keesokan paginya yang saya lihat di highlight malah air mata yang merembes deras dari Suarez. Keunggulan tiga gol lebih dulu begitu saja musnah tak berbekas. Yang tersisa pada malam kelam di Selhurst Park hanya wajah-wajah muram, serta air mata yang tak tertahankan dari seorang pahlawan pada saat itu. Sang kapten, membujuknya agar berdiri tegar dan mendorong seorang cameraman demi menjaga marwah sang pahlawan agar tidak menjadi sasaran empuk media lagi. Sang kapten itu sendiri sempat berdiri mematung dengan pandangan kosong. Tak pernah menyangka bahwa usahanya untuk memenangkan liga yang sudah sangat dekat, lagi-lagi buyar begitu saja, dengan dia sebagai salah satu alasan utama.
Hari itu saya berangkat ke sekolah dengan perasaan paling hampa. Saya tidak selera dengan apapun. Saya tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkan perasaan Gerrard dan kawan-kawan. Bagaimana begitu hancurnya mereka setelah pertandingan itu.
Lalu saya teringat bagaimana saya menertawakan Gerrard pekan lalu. Lalu menganggap ini hanya sekedar canda untuk menambah keseruan liga. Lalu sepekan lebih satu hari, yang tersisa tinggal penyesalan.
Dan tentu saja, gelar liga yang lagi-lagi terbang begitu saja.
I'm sorry Steve. Hope someday I can properly apologize to you. |
Picture by Goal
Comments
Post a Comment